Ulasan Budaya Amerika versus budaya Indonesia memang tidak
akan pernah habis. Bagaimanapun juga, senang atau tidak senang, budaya
Indonesia pada masa kini banyak menerima limbahan budaya dari Negara
Negara barat. Sayangnya, 90% budaya barat yang masuk ke Indonesia tidak
selalu “positive”.
Senang atau tidak senang kita sendirilah yang harus berani menerima
atau menolak datangnya unsur unsur budaya baru tersebut. Kalau menolak,
maka kecaman yang biasa didapat adalah, “ketinggalan jaman” atau “tidak
open minded”, kalau pun menerima maka bisa mendapat kecaman bisa juga
mendapat pujian, tergantung dimana dan kapan kita menempatkannya.
Permainan politik tidak hanya dikenal dalam pemerintahan, permainan ini juga dikenal dalam kancah business
atau pekerjaan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa jumlah tenaga kerja
di Indonesia maupun di Amerika melampaui batas pekerjaan yang tesedia.
Ditambah dengan hancurnya kondisi perekonomian, yang menyebabkan banyak
perusahaan perusahaan di Amerika dan di Indonesia mengalami collapse.
Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin meruncing, berbagai
usaha dilakukan untuk mengganjal, mengenyahkan, bahkan menyingkirkan
teman sekerja atau kandidat baru yang baru saja diterima bekerja.
Artikel ini hendak membandingkan dan membahas politik di dunia kerja
baik di Amerika maupun di Indonesia berdasarkan pengalaman pribadi.
Sebagai contoh lamaran kerja yang dicantumkan oleh suatu perusahaan
di surat kabar, apabila dulu lamaran hanya dikirim melalui layanan pos
atau email. Sekarang sudah banyak yang nekat mendatangi langsung kantor
yang memasang lowongan itu., akibatnya banyak perusahaan perusahaan yang
menyerah dan menugaskan kantro kantor head hunter dan kantor agen
tenaga kerja untuk menyaring pelamar pelamar itu.
Ratusan bankan ribuan lamaran pun dilayangkan oleh agen tenaga kerja,
bukan rahasia umum kalau lamaran lamaran itu hanya akan dimasukkan ke
keranjang sampah, mengapa demikian ?. Karena agen tenaga kerja sendiri
sebenarnya kewalahan dengan masuknya lamaran yang luar biasa banyaknya.
Lalu bagaimana nasib dengan perusahaan yang mencari tenaga kerja itu,
apa yang agen agen tenaga kerja lakukan untuk mensuplai tenaga baru. Di
Indonesia, sistim nepotisme dan referensi berperan penting dalam proses
ini. Beberapa agen tenaga kerja yang berlokasi di salah satu sudut
Jakarta (untuk etika, saya tidak akan mencantumkannya).
Agen ini masih menerima pegawai berdasarkan referensi dan nepotisme
dari karyawan/karyawati agen tersebut. Misalnya: headhunter N, akan
menghubungi kakak/adik/keponakan/sepupu yang berkerja di kantornya.
Bisa juga dia menghubungi almamaternya, dan menanyakan alumni alumni
yang pernah bersekolah di sekolah tersebut. Kalau di Amerika lain
caranya, nepotisme tidak berlaku, tapi referensi dan network sangat
berlaku. Agen agen tenaga kerja itu akan mengirimkan email secara
periodic kepada orang orang yang berada dalam daftar databasenya.
Dari email itu kemudian ditawarkan apabila kita mempunyai kenalan
yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman sesuai dengan
bidang pekerjaan yang dicari, maka apabila kita mengirimkan resume
mereka, dan mereka dihire oleh agen tersebut, kita akan mendapatkan
bonus uang cash dalam jumlah yang lumayan.
Agen tenaga kerja ini juga menggunakan menu search engine masuk ke
website website careerbuilder atau monster, dan mencari calon calon
tenaga kerja yang memasukkan resumenya kesana. Banyak dari pengalaman
saya di masa lalu, saya mendapatkan telefon atau email dari agen tenaga
kerja yang berlokasi di California, Texas, atau Chicago.
Agen agen ini bertugas mencari calon tenaga kerja secara outsourcing,
mereka tidak hanya mencari calon tenaga kerja yang berdomisili di state
tempat mereka berasal, namun mereka mencarinya di luar state maupun di
luar Amerika. Saya sempat menanyakan mengapa mereka tidak mencari secara
local saja, alasan yang digunakan adalah untuk menekan biaya.
Bagaimana bisa” menekan biaya”, nalar saya bekerja, jadi begini:
Kelly Service sebagai contoh, ditugaskan oleh Microsoft di Seattle
mencari calon tenaga kerja untuk dipekerjakan di bagian IT. Standard
gaji IT local adalah $ 90,000/year. Mereka kemudian outsourcing tenaga
kerja di Michigan.
Michigan adalah salah satu state di Amerika yang mengalami lonjakan
pengangguran hamper mendekati 12% (semenjak GM mengumumkan menutup
dealer dealer kendaraan dan pabrik pabriknya). Para penganguran ini
terbiasa dengan gaji sebagai IT sebesar $ 70,000 (standard Michigan).
Ditawari pekerjaan sebagai kontraktor dengan gaji sebesar $ 65,000
oleh Kelly Services untuk Seattle, apakah mereka menolak ? tentu saja
tidak, 65,000 lebih baik dibandingkan unemployment yang besarnya hanya $
400/minggu, walaupun mereka tahu standard Seattle lebih tinggi dan
mereka tahu bahwa status mereka hanya pegawai kontrak.
Akibatnya, mereka rela pindah dari Michigan ke Seattle dengan
meninggalkan rumahnya yang sudah kadung kena foreclosure dan mengontrak
apartemen kecil di Seattle, demi untuk menyambung hidupnya. Hal ini juga
terjadi di Kansas, banyak pegawai pegawai kontrak baru yang berasal
dari California dan New York. Mereka bergaji hamper ½ kali lebih rendah
dari yang mereka biasa terima, karena mereka sudah putus asa.
Lalu bagaimana dengan politik di tempat kerja sendiri, karyawan
karyawan lama biasanya bersikap tidak bersahabat dengan karyawan baru.
Mereka menggunakan politik “watch list”, dimana para karyawan baru
selalu diawasi gerak gerik dan tindak tanduknya.
Hal hal kecil yang dilakukan oleh karyawan baru, akan diamati,
diperbincangkan oleh karaywan lama, bahkan kalau perlu dilaporkan ke
manager atau supervisornya, demi menggagalkan masa percobaan si karyawan
baru.
Dengan karyawan lama sendiri pun mereka juga bermain politik, sebagai
contoh: Missy, karyawan bagian accounting, gemar sekali menggadukan hal
hal kecil yang dilakukan oleh Yan, karyawan bagian purchasing, dari
mulai Yan yang mendengarkan ipod ketika bekerja, Yan yang suka
menggunakan telepon dengan suara yang keras, sampai Yan yang datang
terlambat 5 menit dari jam 8.
Di kantor lain, seorang pegawai yang kebetulan membeli mobil baru,
langsung mendapat omongan, karena sudah diumumkan bahwa pada tahun ini,
bonus tidak diberikan, karena perusahaan tidak mendapat banyak
keuntungan, karena karyawan itu membeli baru, maka issue di kantor
adalah pembagian bonus yang tidak merata.
Pusing kan ?.
Bagaimana cara menghadapi politik di kantor ? politik di
kantor beda dengan politik di KoKi apalagi di pemerintahan, karena
politik di kantor akan menyangkut kredibilitas, promosi, dan masa kerja
seorang karyawan. Menurut pengalaman pribadi saya taktik jitu dalam
menghadapinya ada 3 S yaitu: Silence, Stay Focus, dan Surrender.
Silence artinya: diam, tidak memberikan
reaksi atau aksi. Pelajari diam diam politik apa yang dijalankan si A
kepada si B, lalu rumours apa yang menimpa kita, lalu cepat cepat
merubah sikap. Jangan kofrontasi, tapi siapkan jawaban jawaban kepada
atasan kita jika dia sampai memanggil kita untuk mendiskusikan rumours
tersebut. Jika ada karyawan/karyawati yang memanggil anda untuk
membicarakan sesuatu, simple, katakana anda sibuk. Titik.
Stay focus. Konsentrasi penuh kepada
pekerjaan. Jangan terpengaruh akan gossip, dan jangan ambil pusing apa
isi gossip atau politik tersebut.
Dan yang ketiga adalah surrender alias mengalah.
Kalahkan ego anda, jika ada karyawan/ karyawati lain yang berusaha
mengkonfrontasikan kepada anda, mengalah saja.
SUMBER : http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/2/222/budaya_amerika_vs_budaya_indonesia_-_politik_di_kantor__
Selasa, 18 Juni 2013
Budaya Amerika Vs Budaya Indonesia - Politik di Kantor
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar