Labels

Kamis, 09 Juni 2016

Angkor Wat, Kamboja

Angkor Wat, Kamboja

Angkor Wat (bahasa Khmer: អង្គរវត្ត) adalah sebuah kuil atau candi yang terletak di kota Angkor, Kamboja. Kuil ini dibangun oleh Raja Suryawarman II pada pertengahan abad ke-12. Pembangunan kuil Angkor Wat memakan waktu selama 30 tahun. Angkor Wat terletak di dataran Angkor yang juga dipenuhi bangunan kuil yang indah, tetapi Angkor Wat merupakan kuil yang paling terkenal di dataran Angkor. Raja Suryawarman II memerintahkan pembangunan Angkor Wat menurut kepercayaan Hinduyang meletakkan gunung Meru sebagai pusat dunia dan merupakan tempat tinggal dewa-dewi Hindu, dengan itu menara tengah Angkor Wat adalah menara tertinggi dan merupakan menara utama dalam kompleks bangunan Angkor Wat.
Angkor-wat.jpg
Sebagaimana mitologi gunung Meru, kawasan kuil Angkor Wat dikelilingi oleh dinding dan terusan yang mewakili lautan dan gunung yang mengelilingi dunia. Jalan masuk utama ke Angkor Wat yang sepanjang setengah kilometer dihiasi pagar susur pegangan tangan dan diapit oleh danau buatan manusia yang disebut sebagai Baray. Jalan masuk ke kuil Angkor Wat melalui pintu gerbang, mewakili jambatan pelangi yang menghubungkan antara alam dunia dengan alam dewa-dewa.
Angkor Wat berada dalam keadaan yang baik dibandingkan dengan kuil lain di dataran Angkor disebabkan karena Angkor Wat telah dialihfungsikan menjadi kuil Buddha dan dipelihara serta digunakan secara terus menerus ketika agama Buddhamenggantikan agama Hindu di Angkor pada abad ke-13. Kuil Angkor pernah dijajah oleh Siam pada tahun 1431.
Pada tahun 1992, Angkor Wat masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.
Nama modern Angkor Wat, berarti "Kuil Kota"; Angkor adalah bentuk perubahan dari kata នគរ nokor yang berasal dari kata नगरnagara dalam bahasa Sanskerta yang berarti ibu kota atau negara. wat adalah istilah dalam bahasa Khmer untuk kuil atau candi. Sebelumnya nama asli candi ini adalah Preah Pisnulok atau Vishnuloka (tempat dewa Wisnu bersemayam), berdasarkan nama anumerta raja pembangunnya, Suryawarman II.

Sejarah
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/1f/Suryavarman_II_in_procession.jpg/220px-Suryavarman_II_in_procession.jpg
Raja Suryawarman II, pembangun Angkor Wat.
Angkor Wat terletak 55 kilometer (34 mi) di utara kota modern Siem Reap, dan bergeser ke timur dari bekas ibu kota sebelumnya yang berpusat di candi Baphuon. Candi ini berada di kawasan kelompok percandian terpenting di Kamboja, juga menjadi candi paling selatan dari kelompok candi di kota Angkor.

Rintisan rancangan dan pembangunan candi dimulai pada paruh pertama abad ke-12 Masehi, pada masa pemerintahan rajaSuryawarman II (memerintah pada 1113 – sekitar 1150). Dipersembahkan untuk memuliakanWisnu, candi ini dibangun sebagai candi agung negara milik raja sekaligus sebagai ibu kota. Karena prasasti yang menyebutkan pembangunannya belum ditemukan, maka nama asli candi ini tidak diketahui. Ditafsirkan candi ini mungkin aslinya disebut sebagai "Preah Pisnu-lok" (Bahasa Khmer Kuno, serapan dari bahasa Sanskerta: "Vara Vishnu-loka") secara harfiah bermakna "Kawasan Suci Wisnu", berdasarkan dewa utama yang dimuliakan di candi ini. Proyek pembangunan sepertinya dihentikan segera setelah kematian raja, menyisakan beberapa relief rendah yang belum rampung. Pada 1177, kira-kira 27 tahun setelah kematian Suryawarman II, Angkor diserang oleh bangsa Champa, musuh tradisional bangsa Khmer. Kemudian kerajaan Khmer dipulihkan kembali oleh raja baru Jayawarman VII, yang mendirikan ibu kota baru di Angkor Thom candi kerajaan baru di Bayon, yang terletak beberapa kilometer di utara Angkor Wat.
Pada akhir abad ke-13, Angkor Wat perlahan-lahan dialihfungsikan dari candi Hindu menjadi candi Buddha Theravada, hal ini berlangsung hingga kini. Angkor Wat agak tidak biasa dibandingkan candi-candi lainnya di Angkor, meskipun ditelantarkan setelah abad ke-16, Angkor Wat tidak pernah benar-benar ditinggalkan. Angkor tetap bertahan antara lain salah satunya karena parit yang mengelilinginya melindungi bangunan candi dari rongrongan pohon besar hutan rimba.
Salah satu pengunjung Barat perintis yang mengunjungi candi ini antara lain António da Madalena, seorang biarawan Katolik Portugis yang mengunjunginya pada tahun 1586 yang menyatakan "sebuah bangunan yang luar biasa yang tak mungkin digambarkan dengan pena, karena tidak ada bangunan lain di dunia ini yang menyerupainya. Bangunan ini memiliki menara dengan hiasan yang sangat halus dan indah yang hanya bisa diciptakan oleh manusia jenius." Pada pertengahan abad ke-19, candi ini dikunjungi oleh ilmuwan dan penjelajah Perancis, Henri Mouhot, yang memperkenalkan situs ini ke dunia Barat melalui catatan perjalanannya, ia menulis: "Candi ini—menyaingi (kemegahan) Bait Salomo, dibangun oleh Michelangelo purba—pantas menduduki tempat terhormat sebagai salah satu bangunan terindah (di dunia). Bangunan ini lebih besar dari segala peninggalan Yunani atau Romawi, dan menyajikan kontras yang sangat menyedihkan dengan kondisi kini yang jatuh terpuruk ke dalam kebiadaban."
Mouhot, seperti kebanyakan pengunjung Barat, sulit memercayai bahwa bangsa Khmer mampu membangun candi semegah ini, secara keliru memperkirakan waktu pembangunannya sezaman dengan era Romawi Kuno. Sejarah sebenarnya dari Angkor Wat secara perlahan dirangkaikan kembali melalui mempelajari gaya arsitektur serta bukti epigrafi tertulis pada prasasti, dilanjutkan dengan pembersihan di sekitar situs Angkor. Penggalian di sekitar situs Angkor Wat tidak menemukan peninggalan permukiman seperti bekas rumah hunian atau bukti hunian lainnya seperti perabot memasak, senjata, atau bekas pakaian yang biasa ditemukan di situs purbakala. Hanya monumen inilah yang ditemukan di kawasan ini.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c1/Facade_of_Angkor_Wat.jpg/207px-Facade_of_Angkor_Wat.jpg
Bagian muka Angkor Wat, digambar oleh Henri Mouhot.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9a/AfficheAngkorGroslier.jpg/200px-AfficheAngkorGroslier.jpg
Kartu pos Perancis bergambar Angkor Wat pada tahun 1911.

Angkor Wat menjalani pemugaran yang berarti pada abad ke-20, kebanyakan di antaranya adalah membersihkan jeratan tumbuhan dan tumpukan tanah yang menutupi bangunan. Proyek pemugaran terputus akibat perang saudara dan kendali rezim Khmer Merah atas Kamboja pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an, akan tetapi kerusakan relatif minim pada periode ini yang kebanyakan adalah penjarahan dan pencurian serta perusakan pada arca setelah era Angkor.
Candi ini merupakan simbol yang kuat dan amat penting bagi negara Kamboja, sebagai sumber kebanggaan nasional dan menjadi faktor penting bagi hubungan diplomatik luar negeri antara Kamboja dengan Perancis, Amerika Serikat, dan Thailand. Penggambaran Angkor Wat dalam bendera nasional Kamboja telah mulai ditampilkan sejak diperkenalkannya bendera perdana Kamboja pada 1863. Akan tetapi, dari perspektif sejarah dan antarbudaya, Angkor Wat tidak pernah menjadi lambang kebanggaan nasional yang sesungguhnya sui generis namun diterapkan dalam proses politik-budaya oleh Kolonial Perancis yang menampilkan candi ini dalam pameran Kolonial Perancis dan pameran universal di Paris dan Marseille antara tahun 1889 dan 1937.
Warisan kesenian yang agung dari Angkor Wat dan monumen Khmer lainnya di kawasan Angkor telah mendorong Perancis untuk memasukkan Kamboja sebagai protektoratPerancis pada 11 Agustus 1863 dan menyerang kerajaan Siam untuk merebut kendali atas kawasan reruntuhan candi ini. Hal ini mendorong Kamboja untuk merebut kembali kawasan di sudut barat laut yang di bawah penjajahan Siam sejak tahun 1351 (Manich Jumsai 2001), atau menurut sumber lain, 1431.[14] Kamboja meraih kemerdekaan dari Perancis pada 9 November 1953 dan sejak saat itu menguasai candi Angkor Wat.

Situs dan denah

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/84/Angkor_Wat_M2.png/220px-Angkor_Wat_M2.png
Denah utama Angkor Wat dengan struktur pusat di pertengahan.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/ad/Angkor_Wat_M3.png/220px-Angkor_Wat_M3.png
Denah detail struktur pusat.
Angkor Wat, yang terletak di 13°24′45″LU 103°52′0″BT, adalah kombinasi unik bukit candi, desain standar untuk candi negara kekaisaran dan kemudian denah galeri konsentris. Candi tersebut adalah representasi dari Meru, tempat para dewa: menara kwinkunkstengah melambangkan lima puncak bukit, dan dinding dan parit melambangkan barisan bukit dan samudra. Akses ke kawasan paling atas candi tersebut semakin lebih eksklusif, namun kaum awam hanya boleh ke lantai terbawah.
Tidak seperti kebanyakan candi-candi Khmer, Angkor Wat menghadap ke barat ketimbang timur. Hal ini telah membuat banyak orang (termasuk Glaize dan George Cœdès) menyimpulkan bahwa Suryawarman membuatnya untuk digunakan sebagai candi tempat penguburannya. Bukti lebih lanjut untuk pandangan ini adalah dengan disediakannya relief dasar, yang dibuat dalam arah berlawanan jarum jam—prasawya dalam terminologi Hindu—karena ini adalah kebalikan dari penataan pada umumnya. Ritual berlangsung dalam penataan berlawanan saat pemakaman bercorak Brahminik. Arkeolog Charles Higham juga menjelaskan suatu wadah yang mungkin telah menjadi tempat penguburan yang dilakukan di menara pusat. Candi ini telah diyakini oleh beberapa orang sebagai pengeluaran terbesar untuk pemakaman mayat. Namun, Freeman dan Jacques menyatakan bahwa beberapa candi Angkor lainnya menghadap ke timur, dan menunjukan bahwa keselarasan Angkor Wat adalah karena untuk didedikasikan kepada Wisnu, yang dikaitkan dengan barat.
Sebuah interpretasi lebih lanjut dari Angkor Wat telah diusulkan oleh Eleanor Mannikka. Penggambaran pada keselarasan candi dan dimensi, dan pada isi dan susunan relief dasar, ia berargumen bahwa struktur tersebut menunjukan sebuah klaim era baru yang damai di bawah Raja Suryawarman II: "sebagai pengukuran siklus waktu matahari dan bulan yang dibangun di ruang suci Angkor Wat, mandat ilahi ini sampai peraturan yang dibawa ke ruang bakti dan koridor dimaksudkan untuk melanggengkan kekuasaan raja dan untuk menghormati dan menentramkan para dewa yang dimanifestasikan berada di atas langit." Penyataan Mannikka ini telah diterima dengan percampuran kepentingan dan skeptisisme di kalangan akademisi. Ia menjauhkan diri dari spekulasi lain, seperti Graham Hancock, yang menyatakan bahwa Angkor Wat adalah bagian dari representasi rasi bintang Draco.

Gaya
Angkor Wat adalah contoh utama gaya klasik arsitektur Khmergaya Angkor Wat—yang berasal dari nama candi tersebut. Arsitek Khmer abad ke-12 telah memiliki keahlian dan kepercayaan diri dalam menggunakan batu pasir (bukan batu bata atau laterit) sebagai material pembangunan utama. Sebagian besar kawasan yang terlihat menggunakan blok batu pasir, sementara laterit digunakan untuk dinding luar dan untuk bagian struktural tersembunyi. Bahan perekat yang digunakan untuk menggabungkan blok batu tersebut belum teridentifikasi, meskipun diperkirakan mengandung resin atau kalsium hidroksida alami.
Angkor Wat telah menuai pujian berkat semua harmoni desain tersebut, yang dianggap setara dengan arsitektur Yunani dan Romawi Kuno. Menurut Maurice Glaize, seorang konservator Angkor pertengahan abad ke-20, candi tersebut "mencapai kesempurnaan klasik oleh monumentalitas pengendalian elemen, keseimbangan, dan pengaturan yang tepat dari proporsinya. Ini adalah sebuah karya kekuasaan, persatuan, dan gaya."
Arsitekturnya memiliki elemen unsur-unsur ciri-ciri yang meliputi: ogival, menara dengan bentuk bergelombang seperti kuncup teratai; setengah galeri yang memperluas lorong-lorong; galeri aksial yang menghubungkan pagar; dan teras berbentuk palang yang terdapat di sepanjang bagian utama candi tersebut. Gaya elemen dekorasi tersebut adalah dewata (atau bidadari), relief dasar, dan pedimen karangan bunga yang luas dan gambaran naratif. Patung-patung di Angkor Wat dianggap konservatif, menjadi lebih statis dan kurang anggun dari karya sebelumnya. Elemen lainnya dari desain tersebut telah hancur oleh penjarahan dan faktor usia, termasuk stuko berlapis emas pada menara, penyepuhan pada beberapa figur di relief dasar, dan panel langit-langit dan pintu kayu.

Penampakan Luar
Dinding luar, yang berukuran 1024 x 802 m dan ketinggian 4,5 m, dikelilingi oleh halaman terbuka sepanjang 30 m dan parit seluas 190 m. Akses ke candi tersebut adalah melalui tepian ke timur dan jalan lintas batu pasir ke barat; yang terakhir, pintu masuk utama, adalah kemungkinan tambahan, mungkin menggantikan jembatan kayu. Terdapat gapura pada masing-masing mata angin; di arah barat terdapat gapura yang paling besar dan memiliki tiga reruntuhan menara. Glaize menyatakan bahwa gapura tersebut memiliki dinding dan bentuk candi yang tepat. Di bawah menara selatan terdapat patung Wisnu, yang dikenal sebagai Ta Reach, yang mungkin pada awalnya berasal dari candi pusat. Sepanjang galeri antara menara dan dua pintu keluar-masuk di kedua sisi gapura sering disebut sebagai "gerbang gajah", karena objek-objek tersebut cukup besar untuk disetarakan dalam ukuran hewan. Galeri-galeri tersebut memiliki pilar persegi pada bagian luar (barat) dan dinding tertutup pada bagian dalam (timur). Langit-langit antara pilar-pilar tersebut dihiasi dengan gambar bunga teratai; wajah dinding barat dengan figur penari; dan wajah dinding timur dengan jendela baluster, figur penari laki-laki dengan hewan yang berjingkrak, dan dewata, termasuk (selatan dari pintu masuk) hanya satu pada candi tersebut untuk menampilkan bagian giginya.
Dinding luar mengelilingi ruang berukuran 820.000 meter persegi (203 hektare), yang selain candi tersebut yang pada awalnya berada di kota dan, di sebelah utara candi tersebut, istana kerajaan. Seperti seluruh bangunan sekuler Angkor, bangunan ini dibuat dari material yang mudah rusak ketimbang batu, sehingga tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali garis-garis besar di beberapa jalan. Saat ini, sebagian besar wilayah tersebut telah ditutupi hutan. Sebuah jalan lintas sepanjang 350 m menghubungkan gapura barat ke candi tersebut, dengan langkan naga dan enam set tangga yang menuju ke sebuah kota pada kedua sisinya. Masing-masing bagian juga memiliki perpustakaandengan pintu masuk di setiap mata angin, di depan set tangga ketiga dari pintu masuk, dan sebuah kolam antara perpustakaan dan candi itu sendiri. Kolam tersebut merupakan tambahan dari desain tersebut, seperti halnya teras berbentuk palang yang dijaga oleh singa yang menghubungkan jalan lintas ke stuktur tengah.

Struktur Pusat
Candi tersebut berdiri di atas teras yang membuatnya menjadi lebih tinggi ketimbang kota. Candi ini dibuat dari tiga galeri persegi panjang ke arah menara pusat, setiap naik ke lantai yang lebih tinggi sampai yang terakhir. Mannikka menafsirkan galeri ini sebagai dedikasi kepada raja, Brahma, bulan, dan Wisnu. Setiap galeri memiliki gapura di masing-masing titik, dan dua galeri pusat masing-masing memiliki sejumlah menara di setiap sudut mereka, membentuk kwinkunks dengan menara pusat. Karena kompleks candi ini manghadap ke barat, fitur seluruh set bangunan agak condong didorong ke timur, meninggalkan ruang yang lebih luas untuk diisi di setiap bagian dan galeri di sisi barat. Untuk alasan yang sama ruang-ruang di sisi lain; di timur, utara, dan selatan lebih sempit daripada sisi barat.
Galeri tersebut berukuran 187 x 215 m, dengan paviliun pada menara di setiap sudut. Galeri ini berada di bagian candi tersebut, dengan bentuk kolom setengah galeri untuk memperluas dan memperkuat struktur. Sebuah biara berbentuk palang yang disebut Preah Poan("Gedung Ribuan Dewa") menghubungkan galeri luar ke bagian luar di sisi barat. Terdapat gambaran Buddha yang disisakan di biara oleh peziarah selama berabad-abad, meskipun sebagian besar kini telah dihapus. Area ini memiliki banyak inskripsi yang berkaitan dengan perbuatan baik para peziarah, yang ditulis dalam bahasa Khmer namun yang lainnya dalam bahasa Burma dan Jepang. Empat halaman kecil yang ditandai oleh biarawan mungkin awalnya diisi dengan air. Di sebelah utara dan selatan terdapat bangunanperpustakaan.
Di tempat lain, galeri pusat dan kedua terhubung satu sama lain dan dua perpustakaan terapit oleh teras berbentuk palang lainnya, yang ditambahkan kemudian. Dari lantai dua ke atas, ukiran dewata banyak ditemukan di dinding atas, baik sendiri atau berkelompok sampai berjumlah empat. Bagian lantai dua berukuran 100 x 115 m, dan mungkin pada awalnya telah digunakan untuk mewakili samudra di sekeliling Meru.[31] Tiga set tangga di setiap sisi mengarah ke menara dan gapura sudut di galeri pusat. Tangga yang sangat curam menggambarkan betapa sulitnya naik ke kerajaan para dewa.[32] Galeri pusat tersebut, yang disebut Bakan, berukuran 60 m persegi dengan galeri poros menghubungkan setiap gapura dengan kuil pusat, dan sejumlah anak kuil yang terletak dibawah menara sudut. Atap galeri dihiasi dengan motif tubuh seekor naga berujung kepala singa atau garuda. Ukiran lintel dan pedimen menghiasi pintu masuk galeri dan kuil.
Menara di atas kuil pusat menjulang pada ketinggian 43 m sampai 65 m dari permukaan tanah; tidak seperti menara yang berada di bukit candi sebelumnya, menara pusat dibuat lebih tinggi dari empat menara disekitarnya.[33] Pada candi pusat aslinya berdiri arca Wisnu dalam ruangan utama dengan pintu yang terbuka di setiap sisinya, namun kemudian dibuatkan dinding ketika candi Hindu tersebut dialihkan fungsinya menjadi candi Buddha Theravada. Dinding baru tersebut menampilkan Buddha yang tengah berdiri. Pada tahun 1934, konservator George Trouvé menggali lubang tepat di bawah candi pusat yang telah ditimbun dengan pasir dan air, dan menemukan bahwa harta relik suci yang seharusnya terdapat di dalam peti batu peripih telah hilang dirampok. Namun ia menemukan kandungan kertas emas di lantai bawah pada jangkauan dua meter dibawah permukaan tanah.[34]

Dekorasi
Dekorasi Angkor Wat yang sebagian besar berupa relief rendah, termahsyur keindahannya secara luas karena begitu padu dengan arsitektur bangunan. Dinding bagian dalam pada galeri luar menampilkan berbagai adegan berskala besar terutama gambaran bagian-bagian dari epik HinduRamayana dan Mahabarata. Higham menyebutnya "susunan linear terbesar yang dikenal sebagai ukiran batu". Dari barat laut berlawanan arah jarum jam, galeri barat menampilkan Pertempuran Lanka (dari Ramayana, menampilkan tentang Rama melawan Rahwana) danPertempuran Kurukshetra (dari Mahabharata, memperlihatkan perselisihan antara kelompokKurawa dan Pandawa). Pada galeri selatan mengikuti satu-satunya gambaran sejarah, sebuah prosesi Suryawarman II, terdapat gambaran 32 neraka dan 37 surga dalam mitologi Hindu.
Pada galeri timur terdapat salah satu gambaran adegan paling terkenal yang disebut Pengadukan Samudra Susu, memperlihatkan 92 asura dan 88 dewa memakai ular Wasuki untuk mengaduk samudra susu di bawah pengarahan Wisnu (Mannikka hanya menghitung 91 asura, dan menjelaskan nomor asimetris sebagai perwakilan jumlah hari dari titik balik matahari musim dingin sampai ekuinoks musim semi, dan dari ekuinoks sampai titik balik matahari musim panas). Diikuti dengan gambaran Wisnu bertempur melawan asura (tambahan dari abad ke-16). Galeri utara menampilkan kemenangan Kresna melawan Bana (dimana menurut Glaize, "Pengerjaannya adalah yang paling buruk") dan pertempuran antara dewa Hindu dan asura. Bagian barat laut dan barat daya paviliun kedua menampilkan adegan berskala lebih kecil, beberapa tak teridentifikasi tapi kebanyakan dari Ramayana atau kehidupan Kresna.
Angkor Wat didekorasi dengan gambar apsara dan dewata; terdapat lebih dari 1.796 gambaran dewata dalam inventaris penelitian saat ini. Arsitek Angkor Wat membuat gambar apsara kecil (30–40 cm) sebagai motif dekorasi pilar dan dinding. Mereka memasukan gambar dewata besar (seluruh lukisan bertubuh utuh berukuran sekitar 95–110 cm) lebih menonjol di setiap tingkatan candi dari tempat masuk paviliun sampai bagian atas menara tinggi. Pada tahun 1927, Sappho Marchal menerbitkan sebuah katalog studi tentang keanekaragaman yang luar biasa dari tata rambut, hiasan kepala, pakaian, sikap tubuh dan tangan, perhiasan, dan dekorasi bunga para apsara. Kemudian disimpulkan oleh Marchal, bahwa hal ini didasarkan pada praktik tata rias dan berbusana sebenarnya dari periode Angkor.

Teknik Konstruksi
Sejumlah batu dipoles sehalus marmer, dan diletakkan tanpa perekat mortar dengan sangat rapat dan rapi, sehingga terkadang sulit ditemukan sambungannya. Dalam beberapa kasus, blok-blok disatukan secara bersamaan oleh sendi purus dan lubang, sementara yang lainnya menggunakan teknik pengunci ekor burung dan tekanan gravitasi. Blok ini mungkin diangkut dan dipasang dengan menggunakan bantuan gajah, tali sabut, katrol, dan perancah bambu. Henri Mouhot menyatakan, bahwa sebagian besar blok memiliki lubang berukuran 2,5 cm dan berkedalaman 3 cm, dengan lebih banyak lubang pada blok yang lebih besar. Beberapa sarjana menyatakan bahwa lubang tersebut digunakan untuk penggabungan batu dengan menggunakan batang besi, namun pendapat lainnya menyatakan bahwa penggabungan tersebut menggunakan pasak untuk membantu pengerjaannya.
Monumen ini terbuat dari batu pasir yang banyak sekali, sebanyak batu yang digunakan piramida Khafre di Mesir (lebih dari 5 juta ton). Batu pasir ini diangkut dari dari Bukit Kulen, sekitar 25 mile (40 km) dari timur laut. Batu ini mungkin diangkut menggunakan rakit sepanjang sungai Siem Reap. Hal ini dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terbaliknya rakit akibat berat batu yang diangkut. Salah satu insinyur modern memperkirakan akan menghabiskan waktu sepanjang 300 tahun untuk menyelesaikan Angkor Wat saat ini. Namun monumen tersebut dibangun setelah Suryawarman naik tahta dan diselesaikan tak lama setelah kematiannya, tak lebih dari 40 tahun.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/5/5d/Buddhist_Monk_at_Angkor_Wat_1.jpg/220px-Buddhist_Monk_at_Angkor_Wat_1.jpg
Angkor Wat dilihat dari sekitaran parit.
Hampir semua permukaannya, kolom, lintel bahkan atap dibuat dengan cara diukir. Beberapa relief menggambarkan adegan dari sastra India termasuk unicorn, griffin, naga bersayap yang menarik kereta serta prajurit diikuti dengan pemimpin perang yang menaiki gajah dan sejumlah gadis penari diatas langit dengan gaya rambut yang rumit. Dinding galeri sendiri dihias dengan relief rendah berukuran 1.000 meter persegi. Lubang pada beberapa dinding Angkor menunjukan bahwa dinding tersebut mungkin dihias dengan kertas perunggu. Hal tersebut merupakan benda berharga pada zaman kuno dan merupakan target utama para penjarah. Sementara penggalian yang dilakukan di Khajuraho oleh Alex Evans, seorang tukang batu dan pematung, menemukan sebuah patung batu dibawah 4 feet (1.2 m), yang memakan waktu sekitar 60 hari untuk pengukiran. Roger Hopkins dan Mark Lehner pernah melakukan percobaan menggunakan batu kapur yang ditambang dari 12 penggalian selama 22 hari dengan berat sekitar 400 ton. Tenaga kerja pada penambangan, transportasi, ukiran dan pemasangan menggunakan ribuan batu pasir yang harus diangkut, termasuk memerlukan kemampuan seni tinggi lainnya. Keterampilan yang diperlukan untuk mengukir patung-patung tersebut telah dikembangkan selama ratusan tahun sebelumnya, seperti yang ditunjukan oleh beberapa artefak yang berasal dari abad ketujuh, sebelum Kerajaan Khmer berkuasa.


Sumber : Wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Angkor_Wat)

Kamis, 31 Maret 2016

MUSEUM KERETA API AMBARAWA



Informasi Umum
Museum Kereta Api Ambarawa adalah sebuah stasiun kereta api yang sekarang dialihfungsikan menjadi sebuah museum di Ambarawa, Jawa Tengah yang memiliki kelengkapan kereta api yang pernah berjaya pada zamannya. Salah satu kereta api uap dengan lokomotif nomor B 2502 dan B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen, serta B 5112 buatan Hannoversche Maschinenbau AG sampai sekarang masih dapat menjalankan aktivitas sebagai kereta api wisata. Kereta api uap bergerigi ini sangat unik dan merupakan salah satu dari tiga yang masih tersisa di dunia. Dua di antaranya ada di Swiss dan India.
Selain koleksi-koleksi unik tadi, masih dapat disaksikan berbagai macam jenis lokomotif uap dari seri B, C, D hingga jenis CC yang paling besar (CC 5029, Schweizerische Lokomotiv und Maschinenfabrik/Swiss Locomotive and Machine Works) di halaman museum.
Lokasi
Ambarawa awalnya merupakan sebuah kota militer pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Raja Willem I memerintahkan untuk membangun stasiun kereta api baru yang memungkinkan pemerintah untuk mengangkut tentaranya ke Semarang. Pada 21 Mei 1873, stasiun kereta api Ambarawa dibangun di atas tanah seluas 127.500 m². Pada awalnya dikenal sebagai Stasiun Willem I.
Stasiun ini awalnya menjadi titik pertemuan antara lebar sepur 1.435 mm ke arah Kedungjati dengan 1.067 mm ke arah Yogyakarta melalui Magelang. Hal ini masih bisa terlihat bahwa kedua sisinya dibangun stasiun kereta api untuk mengakomodasi ukuran lebar sepur yang berbeda.
museum-kereta-api-ambarawa2
Museum kereta api Ambarawa kemudian didirikan pada tanggal 6 Oktober 1976 di Stasiun Ambarawa untuk melestarikan lokomotif uap yang kemudian berada pada masa pemanfaatan kembali ketika jalur rel 1.435 mm milik Perusahaan Negara Kereta Api ditutup. Ini merupakan museum terbuka yang terdapat pada kompleks stasiun.
Daya tarik
Museum ini melayani kereta wisata Ambarawa-Bedono pp, Ambarawa-Tuntang pp dan lori wisata Ambarawa-Tuntang pp. Kereta wisata Ambarawa-Bedono pp atau lebih dikenal sebagai Ambarawa Railway Mountain Tour ini beroperasi dari museum ini menuju Stasiun Bedono yang jaraknya 35 km dan ditempuh 1 jam untuk sampai stasiun itu. Kereta ini melewati rel bergerigi yang hanya ada di sini dan di Sawahlunto. Panorama keindahan alam seperti lembah yang hijau antara Gunung Ungaran dan Gunung Merbabu dapat disaksikan sepanjang perjalanan.
museum-kereta-api-ambarawa4
Pemandangan yang dapat dinikmati dari kereta dan lori Ambarawa-Tuntang pun tak kalah bagusnya. Kereta ini berangkat dari stasiun menuju Stasiun Tuntang yang berada sekitar 7 km dari museum. Di sepanjang jalan dapat dilihat lanskap menawan berupa sawah dan ladang dengan latar belakang Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, dan Rawa Pening di kejauhan.
Wisata yang dapat kita nikmati di Museum KA Ambarawa antara lain:
  1. Wisata sejarahnya tentunya
  2. Bangunan Stasiun Arsitektur Belanda yang masih terawat
  3. Benda-benda bersejarah yang terpajang di ruang pameran dan sudut – sudut stasiun ( coba liat barang – barangnya aneh – aneh dan keren – keren tentunya)
  4. Belasan Lokomotif yang terpampang di depan stasiun
  5. Wisata kereta Lori seharga Rp 10.000,-/orang dengan kapasitas minimal 20 orang melalui rute dari Stasiun Willem I ke Stasiun lama di Tuntang, pemandangannya sangat indah dari pedesaan, perbukitan, sawah – sawah , Rawa Pening, dan pemandangan pegunungan yang baguss banget.
  6. Wisata kereta ketel uap dengan tujuan Stasiun Willem II di daerah Jambu dengan biaya Rp 3.500.000,- sekali jalan dengan kapasitas maksimal 40 orang. Pemandangan yang ditawarkan tak cukup kalah menariknya dengan kereta lori dan yang paling menarik ketika kereta mendaki bukit dengan menggunakan roda bergerigi. Namun sayangnya fasilitas ini beroperasi ketika ada kunjungan turis dari luar negeri atau sedang musim liburan saja.
  7. Pusat jajan dan cinderamata di samping stasiun

Fasilitas
Museum KA ini mengoleksi 21 lokomotif uap. Saat ini terdapat 3 lokomotif yang dapat dioperasikan. Koleksi yang lain dari museum adalah telepon antik, peralatan telegraf Morse, bel antik, dan beberapa perabotan antik.
Beberapa lokomotif uap adalah 2 unit kelas B 25 (Esslingen 0-4-2RT) yaitu B 2502 dan B 2503 (2 dari 3 unit lokomotif yang tersisa; lokomotif ketiga, B 2501 dimonumenkan di Monumen Palagan Ambarawa).
Dahulu, terdapat loko uap kelas E 10 (Esslingen 0-10-0RT), bernomor E 1060 yang semula dikirimkan ke Sumatera Barat pada tahun 1960 untuk menarik kereta api batubara, tetapi kemudian dibawa ke Jawa, dan sebuah lokomotif konvensional 2-6-0T C 1218 yang dihidupkan kembali pada tahun 2006 setelah lama disimpan di Cepu, kemudian direlokasi ke Ambarawa tahun 2002.
museum-kereta-api-ambarawa
Namun, lokomotif E 1060 dipulangkan kembali ke Sawahlunto sedangkan lokomotif C1218 dibawa ke Surakarta dijadikan kereta wisata Jaladara. Baru-baru ini museum ini dapat lokomotif diesel hidrolik D 300 23 yang berasal dari dipo lokomotif Cepu yang dipindah ke dipo lokomotif Ambarawa pada 6 Oktober 2010. Lokomotif uap B 5112 yang buatan pabrik Hanomag, telah berhasil dihidupkan kembali setelah 30 tahun mati. Museum Ambarawa juga mempunyai beberapa koleksi baru seperti kereta kayu CR dari Madura, kereta kayu dari Kebonpolo, Magelang, NR kayu dari Balai Yasa Yogyakarta, gerbong GR dari Balai Yasa Manggarai, dan lain-lain.
Transportasi
Letaknya yang mudah terjangkau, menjadikan Museum Kereta Api Ambarawa menjadi obyek wisata andalan kota tersebut. Apabila petualang dari arah Semarang, akses jalan yang harus dilewati hanya menuju selatan ke arah Ungaran lalu setelah sampai pertigaan Bawen silakan menuju ke arah Jogjakarta (belok kanan) menuju tugu Palagan Ambarawa. Apabila dari Jogjakarta, petualang hanya perlu berjalan lurus menuju arah Semarang dan langsung ke pertigaan tugu Palagan Ambarawa. Setelah sampai di tugu Palagan Ambarawa, petualang langsung saja belok kiri (arah Semarang) atau kanan (arah Jogja), nah sekitar 100 meter lagi sudah sampai di museum Kereta Api Ambarawa.
Untuk Jalur dari arah Solo petualang dapat melewati jalur alternatif langsung menuju belakang Museum Kereta Api Ambarawa. Petualang dapat melewati jalur Blotongan – Banyubiru – Ambarawa dengan pemandangan pegunungan Telomoyo yang sangat indah disebelah kanan juga luasnya Rawa Pening (petualangan selanjutnya) yang eksotis di sisi kiri. Apabila menghendaki jalur lain, petualang bisa melewati Jalur Salatiga – Tuntang (Jembatan belok kiri) – Ambarawa. Dengan pemandangan kebun kopi di sisi kanan dan hanyutan air di Rawa Pening di sebelah kiri.