Gedung Negara
Grahadi adalah salah satu bangunan di Surabaya yang sarat akan nilai sejarah.
Dibangun pada tahun 1795 oleh seorang Residen bernama Dic Van Hogendorp (1794 –
1798). Tanah yang dibeli dari saudagar China tersebut oleh Hogendorp dianggap
seperti rumah sendiri. Ketertarikannya terhadap Jembatan Merah membut ia ingin tinggal di kawasan
ini. Hogendorp menghabiskan 14.000 ringgit untuk membangun hunian bernuansa
rumah kebun. Sayangnya, di atas tanah yang bukan menjadi bagian dari wilayah
kekuasaannya tersebut ia hanya menikmati selama 3 tahun karena ditangkap dan
dibawa ke Batavia. Setelah itu, Gedung Negara Grahadi berada di bawah
kepemilikan pemerintahan Belanda.
Pada awal
dibuatnya, Gedung Grahadi berada di sebelah utara menghadap Kalimas. Lokasinya
berada di pinggiran kota. Pada masa itu Gedung
Grahadi diperuntukkan sebagai rumah kebun untuk peristirahatan pejabat Belanda.
Sesekali waktu, digunakan pula sebagai tempat pertemuan atau pesta. Keindahan
tampak pada sore hari, sambil minum-minum teh penghuninya dapat melihat
kesibukan di sungai Kalimas.
Tampak perahu dan
kapal para pedagang hilir-mudik menelusuri kali tersebut. Tampak para saudagar
dan pedagang kaya yang datang dan pergi untuk sekedar menaikkan atau menurunkan
barang dagangan mereka ke kapal. Keindahan Kalimas yang awalnya dapat dinikmati
dari gedung ini memudar ketika diubah letaknya menghadap ke selatan (1802).
Jenderal Daendels, pernah melakukan perbaikan pada gedung Grahadi ketika ia
mengunjungi Surabaya pada tahun 1810. Daendels ingin Grahadi menjadi sebuah
Istana.
Gedung yang kini
menjadi Kantor Gubernur Jawa Timur tersebut memiliki luas 76.885 meter persegi
dan terdiri dari dua lantai dengan ornament gaya Romawai. Bangunan yang dibuat
pada 1929 sampai 1931 di arsiteki seorang Belanda bernama Ir. W. Lemci. Gedung
ini pernah menjadi tempat perundingan Presiden Soekarno dengan Jenderal Hawtorn
pada Oktober 1945 untuk mendamaikan pertempuran pejuang dengan pasukan sekutu.
Dari gedung ini juga pada 9 November 1945 pukul 23.00 WIB Gubernur Suryo
memutuskan menolak ultimatum menyerah tanpa syarat pada Inggris. Penolakan
tersebut berakhir dengan kematian Gubernur Suryo dan dua polisi pengawalnya
pada 10 November 1945, atau tepatnya sehari setelah perudingan tersebut.
Sejak tahun 1991,
Pemerintah Provinsi Jawa Timur membuka Gedung Grahadi sebagai destinasi wisata.
Kantor yang letaknya berada di seberang Tugu Pahlawan ini
mempertahankan berbagai ornamen dan bentuk asli. Kita bisa melihat
ruangan-ruangan yang dulu digunakan sebagai kantor dan tempat istirahat para
pejabat Belanda. Selain itu wisatawan akan menjumpai gaya arsitek yang artistik
pada dinding-dinding ruangan. Para pengunjung dapat mengajak keluarga untuk
melihat dari dekat keindahan gedung yang sarat akan nilai edukasi dan sejarah.
Selama berada di Surabaya, Anda bisa menginap di Singgasana Hotel, Hotel Oval, atau Hotel Tilamas.
(Sumber : http://surabaya.panduanwisata.id/wisata-sejarah-dan-budaya/)
0 komentar:
Posting Komentar